Kamis, 28 Mei 2015

FENOMENA CHILD ABUSE


1.         PENGERTIAN

 Child Abuse didefinisikan sebagai tindakan mencederai oleh seseorang terhadap pria lain. Child abuse dapat menimbulkan akibat yang panjang, seorang anak yang pernah mengalami kekerasan, dapat menjadi pria tua yang memperlakuk ananaknya dengan cara yang sama. Child abuse ialah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau pria yang merawat anak yang menyebabkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, & perkembangan anak secara umum.Sementara menurut U.S Departement of Health, Education & Wolfaremenyumbangkan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,kekerasan seksual & penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh pria yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraananak, sehingga keselamatan & kesejahteraan anak terancam.

Ada 4 bentuk child abuse, yaitu:
a.      Emotional Abuse 
 Perlakuan yang dilakukan oleh pria tua seperti menolak anak, meneror, mengabaikan anak, atau mengisolasi anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai, atau merasa serangan atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan mental fisik, sosial, mental & emosional anak.Indikator fisik kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik & perkembangan.Indikator perilaku kelainan keiasaan (menghisap, mengigit, atau memukul-mukul)

b.      Physical Abuse 
Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena kecelakaan atau tindakan yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak, atau dapat selain itu diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengasuh sehingga mencederai anak. Biasanya berupa luka memar, luka bakar atau cedera di kepala atau lengan.

c.       Neglect 
Kegagalan pria tua untuk menyumbangkan kebutuhan yang sesuai bagi anak, seperti tidak menyumbangkan rumah yang aman, makanan, pakaian, pengobatan,atau meninggalkan anak sendirian atau dengan seseorang yang tidak dapatmerawatnya.

d.       Sexual Abuse 
        Termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya kepada anak. Untuk memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.

2.       PENYEBAB CHILD ABUSE 

Menurut Suharto, ekerasan yang terjadi karena adanya beberapa faktor yaitu faktor internal maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarakat, seperti :
a)      Kemiskinan orang tu, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup, anak cukup banyak.
b)      Keluarga yang broken home.
c)       Keluarga yang belum amtang secara psikologis,  kesalahan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistik, anak yang tidak diinginkan, anak yang lahir diluar nikah.
d)      Gangguan mental orang tua, tidak dapat mengendalikan emosional.
e)      Sejarah penelantaran anak, orang tua yang semasa kecil mengalami perlakuan salah cenderung memperlakukan salah anak-anaknya.
f)        Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, sikap acuh pada tindakan eksploitasi anak, lemahnya penegakan hukum.

Menurut Helfer & Kempe dalam Pillitery tersedia 3 faktor yang menyebabkan child abuse , yaitu :
a)      Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak.
     Orang tua yang memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada pria lain, atau pria tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat selain itu pria tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak tersedia pria lain yang dapatmenyumbangkan support kepadanya.

b)      Menurut pandangan pria tua anak terlihat berbeda dari anak lain.
     Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari pria lain yang tidak disukai
.
c)       Adanya kejadian khusus :
Kejadian yang sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang lebih dahsyat bila tidak tersedia pria lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapatterjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.

3.       AKIBAT CHILD ABUSE

 Anak yang mengalami kekerasan/ penganiayaan akan berakibat panjang. Mereka akan mengalami gangguan belajar, retardasi mental, gangguan perkembangan temasuk perkembangan bahasa, bicara, motorik halusnya. Dalam penelitian selain itu diperoleh bahwa IQ anak yang mengalami kekerasan/penganiayaan akan rendah daripada yang tidak. Mereka selain itu mengalami gangguan dalam konsep diri & hubungan  sosial. Teman-teman menganggap mereka sebagai anak yang suka menyendiri atau pembuat onar. Hal ini akan berlanjut hingga dewasa dalam memilih pasangan hidup.

4.       PENCEGAHAN CHILD ABUSE

            Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak & di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan kesehatan sekitar child abuse & mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat ialah dengan menyumbangkan pendidikan kepada keluarga sekitar pertumbuhan & perkembangan anak, serta cara menghadapi stress saat menjadi pria tua.

5.       CONTOH KASUS CHILD ABUSE DAN ANALISISNYA

Ira, seorang wanita berusia 22 tahun. Ia mengalami child abuse  teramat parah yang dilakukan oleh ayahnya. Ira kerap dipukul, disiksa, dan diancam akan dibunuh. Bahkan pada suatu kali, si ayah pernah mencekik leher dan menekan tubuh Ira ke tembok sambil berkata, “Saya bunuh kau. Nanti setelah kau mati, saya akan bunuh diri. Dan roh saya akan mengejar rohmu dan akan menyiksa kamu di dunia sana.” Hal ini membuat ia begitu membenci ayahnya dan perasaan ini berimbas pada ketakutannya bila menjalin hubungan dengan pria. Hal ini juga mengakibatkan gangguan dalam konsep diri & hubungan  sosial.

SUMBER :

1.         Zohar, Danar dan Ian Marshall. 2000. SQ: Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan.
2.       Abdul Mujib, M.Ag. Jusuf Mudzakir, M.Si. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Dalam:



HUBUNGAN KESEHATAN MENTAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL


1.         KESEHATAN MENTAL




Menurut WHO, Kesehatan Mental didefinisikan sebagai keadaan dimana individu merasa sejahtera. 
Kesehatan mental yang baik ditandai dengan:
• Kemampuan individu mengetahui potensinya dan memaksimalkan potensi tersebut
• Kemampuan individu mengatasi situasi menekan yang dihadapinya
• Kemampuan individu untuk bekerja secara produktif dan bermanfaat di tempat kerja,
   keluarga, komunitas, dan di antara teman

Kesehatan mental merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Keduanya
harus sama-sama dijaga. Dalam hidup, kita memiliki masa-masa dimana kita merasa tertekan, sedih, atau takut. Seringkali perasaan itu hilang sejalan dengan selesainya permasalahan yang kita hadapi. Namun terkadang perasaan itu berkembang menjadi masalah yang lebih serius. Hal itu bisa terjadi pada salah satu dari kita. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapinya. Ada yang bisa bangkit kembali dari kemunduran sementara ada orang lain yang mungkin merasa terbebani oleh itu untuk waktu yang lama. Kesehatan mental yang kita miliki tidak selalu sama. Dapat berubah karena adanya perubahan lingkungan serta kita yang terus bergerak melewati tahapan kehidupan yang berbeda. Dengan adanya perubahan tersebut, maka kita diharapkan mampu untuk tetap menjaga agar memiliki kesehatan mental yang baik. 

2.       PENGERTIAN KECERDASAN EMOSIONAL


           
 Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilaimengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.  Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. 
Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ).  Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.

3.       HUBUNGAN KESEHETAN MENTAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL

Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan ber negosiasi  dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk me-motivasi diri.
Pernyataan dari Peter Salovey, John Mayer, dan lima pokok utama dari Howard Gardner ini sesuai dengan konsep kesehatan mental, bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, dan di dalam jiwa yang sehat terdapat mental yang sehat serta kecerdasan emosional yang baik. Kecerdasan emosional yang baik seperti upaya pengendalian emosi yang baik, mampu membuat respon dengan kepekaan social yang dimiliki terhadap peristiwa di sekitar, atau dapat dikatakan secara mental mempunyai self esteem & self awareness yang tinggi serta social learning yang baik sehingga tahu bagaimana harus bersikap.

     Individu yang memasuki masa transisi remaja awal memiliki kecerdasan emosi dan kesehatan mental yang labil. Semakin baik kecerdasan individu dalam pengelolaan emosi semakin baik pula tingkat kesehatan mentalnya. Konteks kecerdasan emosi itu sendiri mencakup tentang pengendalian diri, penghargaan terhadap orang lain, dan penyelesaian terhadap persoalan yang dihadapi. Hal ini dapat didapatkan jika kesehatan mental seseorang dapat dikelola dengan baik.

SUMBER

1.         Dewi, Kartika Sari. (2012) Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang : Universitas Dipenogoro.


2.       Feist, G. J., & Feist, J. (2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika.